Di
 sebuah peternakan, seperti telah menjadi sebuah tradisi, suatu saat 
bahkan setiap saat dapat ditemukan sekawanan lalat, terlebih lagi saat 
musim penghujan. Kadang kala keberadaan lalat diabaikan oleh peternak, 
namun suatu saat adanya lalat ini membuat peternak pusing dan 
kebingungan mengusir maupun mengatasinya. Bahkan belakangan ini, 
keberadaan lalat telah berhasil memberikan “kesan dan pesan” tersendiri.
 
Lalat
 sejenis serangga yang selalu dan sering kali kita temukan berterbangan 
di dalam kandang. Kita telah tahu bahwa lalat bukan penyebab penyakit 
pada ayam karena tidak ada “penyakit lalat” (seperti penyakit Gumboro 
yang disebabkan oleh virus Gumboro). Oleh karenanya kita sering 
mengabaikan keberadaan lalat ini. Tapi, benarkan lalat tidak perlu 
memperoleh “hati’ kita (peternak, red.)? Sudah benarkah kita mengabaikannya?   
Mengenal Lalat
Lalat termasuk dalam kelompok serangga yang berasal dari subordo Cyclorrapha dan ordo Diptera.
 Secara morfologi, lalat mempunyai struktur tubuh berbulu, mempunyai 
antena yang berukuran pendek dan mempunyai sepasang sayap asli serta 
sepasang sayap kecil (berfungsi menjaga kestabilan saat terbang). Lalat 
mampu terbang sejauh 32 km dari tempat perkembangbiakannya. Meskipun 
demikian, biasanya lalat hanya terbang 1,6-3,2 km dari tempat tumbuh dan
 berkembangnya lalat.  
Lalat
 juga dilengkapi dengan sistem penglihatan yang sangat canggih, yaitu 
adanya mata majemuk. Sistem penglihatan lalat ini terdiri dari ribuan 
lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Bahkan ada beberapa jenis lalat 
yang memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat. Model penglihatan 
lalat ini juga menjadi “ilham” bagi ilmuwan kedokteran untuk menciptakan
 sebuah alat pencitraan (scan) baru.  
Mata
 lalat dapat mengindra getaran cahaya 330 kali per detik. Ditinjau dari 
sisi ini, mata lalat enam kali lebih peka daripada mata manusia. Pada 
saat yang sama, mata lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi 
ultraviolet pada spektrum cahaya yang tidak terlihat oleh kita. 
Perangkat ini memudahkan lalat untuk menghindar dari musuhnya, terutama 
di lingkungan gelap.

Visualisasi seekor lalat
Beberapa
 jenis lalat dapat menyerang suatu peternakan. Namun 95% jenis lalat 
yang sering ditemukan dipeternakan ialah lalat rumah (Musca domestica) dan little house fly (Fanny canicularis). Jenis lalat lainnya seperti lalat buah (Lucilia sp.), lalat sampah berwana hitam (Ophyra aenescens) maupun lalat pejuang (soldier flies) juga sering mengganggu lingkungan peternakan.  
Siklus Hidup Lalat
Siklus
 hidup semua lalat terdiri dari 4 tahapan, yaitu telur, larva, pupa dan 
lalat dewasa. Lalat dewasa akan menghasilkan telur berwarna putih dan 
berbentuk oval. Telur ini lalu berkembang menjadi larva (berwarna coklat
 keputihan) di feses yang lembab (basah). Setelah larva menjadi dewasa, 
larva ini keluar dari feses atau lokasi yang lembab menuju daerah yang 
relatif kering untuk berkembang menjadi pupa. Dan akhirnya, pupa yang 
berwarna coklat ini berubah menjadi seekor lalat dewasa. Pada kondisi 
yang optimal (cocok untuk perkembangbiakan lalat), 1 siklus hidup lalat 
tersebut (telur menjadi lalat dewasa) hanya memerlukan waktu sekitar 
7-10 hari dan biasanya lalat dewasa memiliki usia hidup selama 15-25 
hari.  

Siklus hidup lalat
Dalam
 waktu 3-4 hari, seekor lalat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 
500 butir. Dengan kemampuan bertelur ini, maka dapat diprediksikan dalam
 waktu 3-4 bulan, sepasang lalat dapat beranak-pinak menjadi 191,01 x 
1018 ekor (dengan asumsi semua lalat hidup). Bisa kita bayangkan, dengan
 kemampuan berkembang biak lalat tersebut dapat memberikan ancaman 
tersendiri.  
Keberadaan Lalat, Berbahaya?
Pernahkah kita mendengar ada penyakit lalat, seperti halnya penyakit Newcastle disease
 (ND) yang menyerang ayam? Tentu belum pernah. Lalat sebenarnya bukan 
suatu agen infeksi melainkan peranannya lebih cenderung sebagai vektor 
atau agen pembawa atau penular penyakit. Peranan lalat menularkan 
penyakit ini didukung dari bentuk anatomi tubuhnya yang banyak terdapat 
bulu sehingga bibit penyakit (virus, bakteri, protozoa) melekat dan 
tersebar ke ternak/hewan lain. Selain itu, lalat juga mempunyai cara 
makan yang unik, yaitu lalat meludahi makanannya terlebih dahulu sampai 
makanan tersebut cair baru disedot ke dalam perutnya. Cara makan inilah 
yang ikut disinyalir sebagai cara bibit penyakit masuk ke dalam tubuh 
lalat kemudian menulari/menginfeksi ayam. Terlebih lagi kita tahu dan 
tak jarang menemukan lalat sedang hinggap di ransum ayam.  
Dari beberapa literatur juga disebutkan setiap kali lalat hinggap disuatu tempat, maka +
 125.000 bibit penyakit dijatuhkan pada lokasi tersebut (wikimedia, 
2007). Sungguh mengerikan! Prof. Drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc, PhD 
(2005) peneliti di fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada 
(UGM) Yogyakarta menyatakan jika seekor lalat yang memiliki berat 20 mg 
mampu membawa bibit penyakit (virus) sebanyak 10% dari berat badannya, 
yaitu 2 mg maka lalat tersebut dapat menulari 2.000 ekor ayam. Hal ini 
disebabkan setiap 1 gram virus dapat menginfeksi satu juta ekor ayam.  
Prof.
 Drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc, PhD bersama dengan suaminya, yaitu Prof.
 Drh. R Wasito, M.Sc, PhD seorang ahli penyakit hewan di fakultas yang 
sama telah melakukan penelitian peranan lalat terhadap penularan 
penyakit avian influenza (AI). Dari sampel lalat beku yang telah 
dikumpulkannya, diperoleh data bahwa lalat yang berasal dari Makasar dan
 Karanganyar telah dinyatakan positif mengandung virus AI. Penelitian 
tersebut saat ini masih berlanjut, untuk mengetahui secara pasti pada 
posisi manakah peranan lalat tersebut dalam penularan AI. Apakah lalat 
berperan sebagai vektor mekanik atau vektor biologik? Kita tunggu hasil 
penelitian berikutnya.  
Larva dan lalat dewasa juga menjadi hospes intermediet atau inang perantara bagi infeksi cacing pita (Raillietina tetragona dan R. cesticillus)
 pada ayam. Larva dan lalat dewasa sering kali termakan oleh ayam 
sehingga ayam dapat terserang cacing pita tersebut. Selain itu, lalat 
juga berperan sebagai vektor mekanik bagi cacing gilik (Ascaridia galli) maupun bakteri. Lalat yang hinggap di feses atau litter yang telah tercemar bakteri kolera maka lalat tersebut sudah berpotensi menyebarkan kolera pada ayam lainnya.   

Larva lalat yang berkembang pada feses yang lembab berpotensi menularkan beberapa bibit penyakit
Selain
 penyakit, keberadaan lalat juga menjadi penyebab keretakan keharmonisan
 hubungan sosial antara peternak dengan warga di sekitar lokasi 
peternakan. Bukan suatu keniscayaan, keberadaan lalat ini menjadi 
penyebab ditutupnya suatu peternakan. Lalat yang berkembang di 
peternakan dapat bermigrasi ke arah perkampungan warga dan warga atau 
masyarakat langsung melayangkan tuduhan bahwa peternakan ayam lah yang 
menjadi sumber munculnya lalat tersebut.  
Bagaimana Pengendalian Lalat ?
Setelah
 mengetahui akibat berkembangnya lalat di peternakan kita, sudah 
merupakan suatu kebutuhan bahwa kita harus bisa mengendalikan lalat 
tersebut. Sudah barang tentu, pengendalian lalat ini membutuhkan teknik 
yang tepat. Jika tidak, bukan tidak mungkin gara-gara lalat ini kita 
akan mengalami kerugian yang besar bahkan ditutupnya usaha kita.  
Lalat tergolong salah satu insect
 atau serangga yang “bandel”. Keberadaannya di kandang sangat mudah 
ditemui, terlebih lagi saat musim penghujan. Beberapa hal yang 
menjadikan lalat bandel, ialah :    
- Mobilitas lalat sangat tinggi karena dilengkapi dengan sepasang sayap sejati (asli) dan sepasang sayap kecil (yang menstabilkan terbang lalat)
 - Lalat mempunyai sistem penglihatan yang sangat baik, yaitu mata majemuk yang tersusun atas lensa optik yang sangat banyak sehingga lalat mempunyai sudut pandang yang lebar. Kepekaan penglihatan lalat ini 6 x lebih besar dibandingkan manusia. Selain itu, lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada spetrum cahaya yang tak terlihat oleh manusia. Dengan dua kemampuan ini (mobilitas dan penglihatan), lalat dapat dengan mudah mengubah arah geraknya seketika saat ada bahaya yang mengancam dirinya.
 - Lalat mempunyai kemampuan berkembang biak yang cepat dan dalam jumlah yang banyak. Terlebih lagi jika kondisi lingkungan cocok bagi perkembangbiakan lalat.
 
Melihat
 ketiga kemampuan lalat tersebut, maka diperlukan teknik khusus untuk 
mengatasi atau membasmi lalat. Langkah pengendalian lalat pun harus 
dilakukan secara komprehensif (menyeluruh) dan terintegrasi. Langkah 
pengendalian lalat secara garis besar ialah kontrol manajemen, biologi, 
mekanik dan kimia.  
- Kontrol manajemen
 
Penanganan
 feses dengan baik sehingga feses tetap kering merupakan teknik 
pengendalian lalat yang paling efektif. Kita tahu, feses yang lembab 
menjadi tempat perkembangbiakan lalat yang sangat baik (termasuk tempat 
perkembangbiakan bibit penyakit). Dalam 0,45 kg feses yang lembab dapat 
dijadikan tempat berkembang biak (melangsungkan siklus hidup) 1.000 ekor
 lalat. Feses yang baru dikeluarkan oleh ayam yang memiliki kadar air 
sebesar 75-80% merupakan kondisi ideal bagi perkembangbiakan lalat. 
Feses ini harus segera diturunkan kadar airnya menjadi 30% atau kurang 
untuk mencegah perkembangbiakan lalat.

Lakukan
 pembersihan feses minimal 1 x seminggu sehingga dapat memutus siklus 
perkembangbiakan lalat. Hal ini berdasarkan periode waktu lalat 
bertelur, yaitu setiap minggu (4-7 hari)
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghambat perkembangbiakan lalat ialah :  
- Membersihkan feses minimal setiap minggu sekali. Hal ini berdasarkan lama siklus hidup lalat, dimana lalat bertelur setiap seminggu sekali
 - Berikan ransum dengan kandungan zat nutrisi yang sesuai, terutama kandungan protein kasar dan garam. Ransum dengan kandungan protein kasar dan garam yang tinggi dapat memicu ayam minum banyak sehingga feses menjadi encer (basah)
 - Jika perlu tambahkan batu kapur maupun abu pada litter sehingga dapat membantu mengembalikan kemampuan tanah menyerap air
 - Hati-hati saat penggantian atau pengisian tempat minum. Jangan sampai air minum tumpah. Selain itu perhatikan kondisi tempat minum atau paralon dan segera perbaiki kondisi genting yang bocor
 - Jika feses akan disimpan, keringkan feses terlebih dahulu (kadar air < 30%) dengan cara dijemur diterik matahari (jika memungkinkan). Feses yang disimpan dalam kondisi lembab bisa mempercepat perkembangbiakan larva lalat
 - Perhatikan sistem sirkulasi udara (ventilasi). Kondisi ventilasi kandang yang baik dapat mempercepat proses pengeringan feses
 - Lakukan perbaikan pada atap yang bocor
 - Pastikan intalasi saluran pembuangan air berfungsi baik, jangan biarkan air mengendap
 
Selain
 menjaga feses tetap kering, melakukan sanitasi kandang dengan baik juga
 menjadi langkah tepat untuk mengendalikan perkembangbiakan lalat. 
Langkah sanitasi yang dapat dilakukan yaitu :  
- Segera buang atau singkirkan bangkai ayam mati maupun telur yang pecah
 

Segera singkirkan atau jauhkan bangkai (ayam mati) dari kandang
- Bersihkan ransum dan feses yang tumpah segera, terlebih lagi jika kondisinya basah
 
- Bersihkan kandang dan peralatan kandang secara rutin kemudian semprot dengan desinfektan seperti Antisep, Neo Antisep atau Medisep
 
- Kontrol biologi
 
Terdengar
 asing ditelinga kita dengan istilah ini. Memang, karena teknik ini 
relatif jarang diaplikasikan peternak. Meskipun demikian, teknik ini 
terbukti ampuh dalam mengendalikan populasi lalat. Terbukti, dari 
sepasang lalat dalam waktu 3-4 hari tidak bisa menghasilkan lalat 
sebanyak 191,01 x 1018 ekor karena secara alami larva lalat 
telah dibasmi oleh “lawan” lalat. Selain itu, penggunaan teknik ini akan
 menjaga keseimbangan ekosistem kandang.  
Parasit lalat biasanya membunuh lalat pada saat fase larva dan pupa. Spalangia nigroaenea
 merupakan sejenis tawon (lebah penyengat) yang menjadi parasit bagi 
pupa lalat. Mekanismenya ialah tawon dewasa bertelur pada pupa lalat, 
yaitu dibagian puparium (selubung pupa) dan perkembangan dari telur tawon memangsa pupa lalat (pupa lalat mati). Selain tawon, tungau (Macrochelis muscaedomesticae dan Fuscuropoda vegetans) dan kumbang (Carnicops pumilio, Gnathoncus nanus) juga merupakan “lawan” lalat.  
Aplikasi
 dari teknik pengendalian lalat ini memerlukan suatu menajemen yang 
relatif sulit. Siklus hidup hewan pemangsa lalat tersebut juga relatif 
lebih lama. Selain itu, hewan pemangsa lalat ini dapat juga menjadi agen
 penularan penyakit. Meskipun demikian, keseimbangan ekosistem akan 
tetap terjaga, terlebih lagi keberadaan lalat di kandang juga membantu 
dalam proses dekomposisi (penguraian) feses atau sampah organik lainnya 
sehingga baik jika digunakan sebagai pupuk kompos.  
- Kontrol mekanik
 
Teknik
 pengendalian lalat ini relatif banyak diaplikasikan oleh masyarakat 
pada umumnya. Di pasaran, juga telah banyak dijual perangkat alat untuk 
membasmi lalat, biasanya disebut sebagai perangkap lalat. Perangkap 
tersebut bekerja secara elektrikal (aliran arus listrik) dan dilengkapi 
dengan bahan yang dapat menarik perhatian lalat untuk mendekat. 
Perangkap lalat seringkali diletakkan di tengah kandang. Di tempat 
penyimpanan telur sebaiknya juga diletakkan perangkap lalat ini.
Lalat
 tidak akan bergerak atau terbang melawan arus atau arah angin. Oleh 
karenanya tempatkan fan atau kipas angin dengan arah aliran angin keluar
 kandang atau ke arah pintu kandang. Penggunaan plastik yang berisi air 
(biasanya di warung makan) juga bisa digunakan untuk mengusir lalat 
meskipun mekanisme kerjanya belum diketahui. Teknik pengendalian lalat 
ini (kontrol mekanik) relatif kurang efektif untuk diaplikasikan ji-ka 
populasi lalat banyak.  
- Kontrol kimiawi
 
Teknik
 pengendalian lalat ini, seringkali menjadi andalan bagi peternak. 
Sedikit terlihat adanya peningkatan populasi lalat, peternak segera 
memberikan obat lalat. Namun, saat populasi lalat tidak menurun meski 
telah diberikan obat lalat, maka peternak akan langsung memberikan klaim
 maupun komplain ke produsen obat lalat tersebut. Kasus ini relatif 
sering terjadi. Lalu bagian manakah yang kurang tepat?  
Point dasar
 yang perlu kita pahami bersama, bahwa pemberian obat lalat (kontrol 
kimiawi) bukan merupakan inti dari teknik pengendalian lalat, melainkan 
menjadi penyempurna dari teknik pengendalian lalat melalui teknik 
sanitasi dan desinfeksi kandang (teknik manajemen). Oleh karenanya, kita
 tidak bisa menggantungkan pembasmian lalat hanya dari pemberian obat 
lalat dan teknik pemberian obat lalat juga harus dilakukan dengan tepat.
Dari
 data yang kami peroleh, obat pembasmi lalat yang beredar di lapangan 
(Indonesia) dapat diklasifikasikan (berdasarkan kerja obat lalat pada 
tahapan siklus hidup lalat) menjadi 2 kelompok, yaitu obat lalat yang 
bekerja membunuh larva lalat dan membasmi lalat dewasa. Agar daya kerja 
obat lalat bisa optimal, maka pemilihan jenis obat harus disesuaikan 
dengan tahapan siklus hidup lalatnya. Jika tidak maka daya kerja obat 
tidak akan optimal. Cyromazine merupakan zat aktif yang digunakan untuk membunuh larva lalat sedangkan azamethipos dan cypermethrin merupakan zat aktif yang bekerja membunuh lalat dewasa. Penggunaan cyromazine
 untuk membasmi lalat dewasa tidak akan memberikan hasil yang optimal 
(lalat dewasa tidak bisa mati) dan begitu juga sebaliknya (pemberian cypermethrin tidak akan bisa membunuh larva lalat).  
Perlu
 kita sadari bersama, keberadaan lalat di dalam kandang seperti fenomena
 gunung es. Lalat yang berkeliaran dan berterbangan di dalam kandang 
hanya 20% sedangkan lalat yang “tersembunyi” (telur, larva dan pupa) 
sesungguhnya jauh lebih banyak, yaitu 80%. Selain itu, pembasmian lalat 
dewasa akan menjadi lebih sulit karena mobilitas lalat yang tinggi dan 
kemampuan lalat untuk menghindar (mata majemuk). Oleh karena itu, 
pengendalian lalat sejak dini, yaitu saat stadium larva menjadi sebuah 
langkah teknik aplikatif yang bagus dalam membasmi keberadaan lalat.  

Larvatox, mematikan lalat saat stadium larva sehingga pupa dan lalat tidak akan terbentuk
Untuk mendukung hal itu, Medion telah me-launching sebuah produk dengan kandungan zat aktif (cyromazine) yang ampuh dan efektif untuk membunuh larva lalat, yaitu Larvatox. Aplikasi Larvatox juga mudah, yaitu dicampur dalam ransum.
Percobaan potensi dan keamanan Larvatox telah dilakukan oleh intern Medion maupun bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM).  

Grafik 1-4 tersebut menunjukkan bahwa pemberian Larvatox
 ampuh membasmi larva lalat (sehingga lalat tidak dapat terbentuk) tanpa
 menyebabkan gangguan produksi (tidak menurunkan produksi telur). Selain
 itu, pemberian Larvatox juga dapat membuat feses lebih kering (bisa membentuk “gunung”).
Campurkan 100 gram Larvatox dengan 5 kg ransum secara bertahap, kemudian campurkan dengan 1 ton ransum sampai homogen. Larvatox
 diberikan selama 4-6 minggu berturut-turut kemudian dihentikan selama 
4-8 minggu dan gunakan kembali jika lalat terlihat mulai berkembang 
biak. Teknik pemberian Larvatox tersebut dimaksudkan untuk 
memutuskan siklus hidup lalat secara tuntas. Hal yang perlu diperhatikan
 ialah jangan menghentikan pemberian Larvatox sebelum 4-6 minggu 
meskipun populasi lalat telah berkurang karena kita tahu fenomena gunung
 es dari lalat (lalat yang nampak hanya 20% dari populasi lalat 
sesungguhnya). Selain itu, jangan mengurangi dosis Larvatox karena bisa mengakibatkan potensi obat tidak optimal dan dapat memicu resistensi obat.  
Pengendalian
 lalat telah menjadi suatu keharusan. Terlebih lagi jika kita sudah 
mengerti tentang akibat yang ditimbulkannya, termasuk kemungkinan 
penutupan usaha kita. Agar lalat bisa terbasmi dengan baik, maka teknik 
pengendaliannya harus dilakukan secara sinergis dan komprehensif, yaitu 
menerapkan manajemen dengan baik (terutama penanganan feses) sekaligus 
melaksanakan kontrol kimiawi (dan atau kontrol biologi dan mekanik) 
secara tepat. Akhirnya, lalat pun terbasmi.
Jika Anda akan mengutip artikel ini, harap mencantumkan artikel bersumber dari Info Medion Online (http://info.medion.co.id).