Infectious Coryza
(korisa) bukanlah suatu hal yang baru bagi kita semua terutama yang
bergerak di bidang industri peternakan. Meskipun korisa tidak menyerang
sistem reproduksi, bukan berarti tidak menyebabkan penurunan produksi
telur. Penurunan nafsu makan menyebabkan nutrisi yang diperlukan tubuh
tidak tercukupi sehingga produksi telur pun terganggu. Bahkan penurunan
produksi dapat mencapai 10-40%. Akibat korisa, angka pengafkiran relatif
tinggi serta terjadi peningkatan biaya untuk pengobatan. Pada ayam
pedaging mengakibatkan pertumbuhan terganggu sehingga bobot badan tidak
tercapai. Mencegah korisa pun bisa dibilang gampang-gampang susah. Hal
ini terbukti berdasarkan hasil pemantauan tenaga lapangan Medion tahun
2007-2009, korisa selalu menduduki peringkat pertama pada ayam petelur.
Tabel 1. Ranking penyakit pada ayam petelur tahun 2007-2009

Sumber : Data Technical Service, Medion 2007-2009
Dari
data tersebut dapat diketahui bahwa persentase kejadian korisa selalu
menurun dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi karena adanya program
vaksinasi yang lebih baik dan juga didukung dengan biosecurity maupun manajemen.
Sekilas mengenai korisa, penyakit ini disebabkan oleh bakteri Haemophilus paragallinarum.
Bakteri tersebut mudah mati bila di luar tubuh hospes (ayam) serta
sensitif terhadap semua desinfektan. Tempat predileksi pada sinus
infraorbitalis yang miskin dengan pembuluh darah. Pemberian obat pada
kasus yang sudah parah relatif sulit untuk mendapatkan kesembuhan secara
tuntas. Selain sifat tersebut, ayam yang sembuh dari serangan penyakit
akan tetap membawa bibit penyakit (bersifat carrier/ pembawa). Atas dasar itulah, mengapa vaksinasi korisa menjadi penting guna mencegah kerugian yang lebih besar lagi.


Kebengkakan pada mata akibat korisa yang ditumpangi dengan bakteri E. coli
Namun terkadang beberapa peternak mengeluhkan mengapa ayam sudah divaksinasi korisa namun masih bisa terjadi outbreak.
Apakah memang karena vaksin yang digunakan tidak berkualitas? Secara
umum kegagalan vaksinasi dapat diartikan bahwa titer antibodi yang
terbentuk dari hasil vaksinasi tidak mampu melawan infeksi dari
lapangan. Jika dilihat dari kompleksnya faktor penyebab kegagalan
vaksinasi, kita haruslah jeli dalam mengevaluasi.
Evaluasi pertama yang harus dilihat adalah kapan outbreak tersebut terjadi? Apabila outbreak terjadi pada < 3 minggu post
vaksinasi, hal ini berarti antibodi yang dihasilkan oleh vaksin belum
terbentuk secara optimal dan terjadi infeksi dari lapangan. Atau ada
kemungkinan pada saat dilakukan vaksinasi, di dalam tubuh ayam sedang
terjadi masa inkubasi penyakit. Masa inkubasi penyakit yaitu masa dimana
bibit penyakit menginfeksi sampai menimbulkan gejala klinis sehingga
ayam seolah-olah sehat namun selang beberapa hari ayam menunjukkan
gejala klinis korisa.
Outbreak
yang terjadi pada > 3 minggu post vaksinasi, maka kita perlu
mengevaluasi faktor penyebab kegagalan tersebut meliputi: Materi,
Metode, Mileu/ lingkungan dan Manusia (4M).
1. Materi (Vaksin dan Ayam)
a. Vaksin
Vaksin
berkualitas merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan vaksinasi karena
berpengaruh langsung terhadap potensi virus vaksin. Produksi Medivac
Coryza mengacu pada standar nasional yaitu Farma-kope Obat Hewan
Indonesia (FOHI) dan juga standar internasional seperti United State Pharmacopoeia, British Pharmacopoeia dan European Pharmacopoeia. Sebelum dipasarkan, vaksin tersebut harus melalui tahapan quality control (QC), baik uji potensi maupun keamanannya.

Bakteri H. paragallinarum pada Medivac Coryza
setelah diinaktif masih memiliki kapsul yang menyelubungi sel.
Tujuannya adalah untuk melindungi sisi antigenik bakteri tetap utuh.
Sisi antigenik inilah yang berfungsi untuk menghasilkan kekebalan tubuh
pada ayam.
Vaksin
korisa merupakan vaksin bakteri sehingga relatif lebih sulit dalam
merangsang respon kekebalan yang tinggi. Berbeda dengan vaksin virus
yang mampu menstimulasi pembentukan antibodi protektif dengan
perlindungan > 80 %, vaksin korisa hanya distandarkan memberikan
perlindungan > 70 %.
Dalam
mengevaluasi kualitas vaksin perlu diperhatikan pula tanggal
kadaluwarsa dan bentuk fisik sediaan vaksin. Vaksin yang baik belum
kadaluwarsa, masih tersegel serta tidak ada perubahan bentuk fisik
sediaan. Vaksin inaktif bentuk suspensi (Medivac Coryza B/Medivac Coryza T) yang pernah membeku dapat teridentifikasi dengan kecepatan adjuvant
mengendap dalam waktu kurang dari 5 menit. Sedangkan pada vaksin
inaktif bentuk emulsi relatif sulit dibedakan secara fisik. Vaksin yang
sudah kadaluwarsa dan pernah membeku jangan digunakan karena sudah
terjadi penurunan bahkan kerusakan potensi vaksin.
Lakukan pencatatan terhadap no. batch vaksin. Setiap batch Medivac selalu terdata di Medion dan jika ada komplain produk vaksin kita bisa dengan mudah melakukan penelusuran.

Vaksin
korisa berisikan bakteri yang dimatikan. Vaksin harus selalu
terkondisikan pada suhu 2-8° C dan tidak boleh beku selama di gudang
penyimpanan maupun transport`si. Terkadang untuk kepraktisan, peternak
mengunakan kantong kresek yang diisi dengan sedikit es batu untuk
membawa vaksin. Tanpa di sadari, hal ini sedikit banyak akan
mempengaruhi suhu vaksin sehingga dapat menyebabkan turunnya potensi
vaksin. Distribusi vaksin dari kantor menuju kandang hendaknya
menggunakan marina cooler atau styrofoam yang berisikan es batu.
b. Kondisi Ayam
Kondisi
ayam akan berpengaruh terhadap kemampuan pembentukan titer antibodi.
Hanya ayam yang sehat yang boleh divaksinasi. Untuk itu diperlukan
ketelitian dari peternak untuk melakukan pengecekan terhadap kesehatan
ayam. Secara sepintas, pemeriksaan kesehatan dapat dilihat dari adanya
gangguan pernapasan, pencernaan, syaraf maupun konsumsi pakannya.

Terdapat beberapa faktor immunosupressant
yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh yaitu stres dan penyakit
seperti CRD, gumboro, mikotoksin, dll yang dapat mempengaruhi
keoptimalan dalam pembentukan titer antibodi. immnunosupressant
akan mempengaruhi kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon
kortikosteroid. Hormon inilah yang akan menghambat kerja organ limfoid
(pembentuk kekebalan tubuh) sehingga antibodi yang dihasilkan menjadi
tidak optimal.
Apabila
ayam dalam kondisi sakit, harus dilakukan pengobatan terlebih dahulu
untuk mengurangi derajat keparahannya, kemudian baru divaksin. Guna
meningkatkan daya tahan tubuh ayam di berikan multivitamin seperti Vita Stress sebelum dan sesudah vaksinasi.
2. Metode
Kegagalan
vaksinasi dapat disebabkan karena aplikasi/teknik vaksinasi yang tidak
sesuai dengan petunjuk yang terdapat pada leaflet. Teknik ini terkait
dengan persiapan dan penanganan vaksin, proses peningkatan suhu secara
bertahap, kualitas alat suntik (Socorex) dan ketepatan jadwal vaksinasi.
Kesalahan penanganan vaksin dapat menyebabkan kerusakan potensi vaksin antara lain :
- Penyimpanan vaksin tidak sesuai (tidak pada suhu 2-8° C) atau beku
- Terkena sinar matahari langsung
- Tercemar bahan-bahan kimia seperti desinfektan, kaporit, detergent
- Tercemar logam-logam berat seperti Zn (seng), Pb (timbal) dan Hg (air raksa)
- Vaksin inaktif tidak habis dalam waktu 24 jam setelah segel dibuka dan dikeluarkan dari kulkas/marina cooler
- Setelah dikeluarkan dari kulkas/ marina cooler dan digunakan, vaksin dimasukkan kembali ke kulkas.
Vaksin
inaktif yang baru dikeluarkan dari kulkas tidak boleh langsung
disuntikkan ke ayam. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan range suhu
antara tubuh ayam dengan suhu vaksin yang cukup jauh sehingga dapat
menyebabkan stres. Untuk meningkatkan suhu vaksin maka sebelum
digunakan, vaksin harus terlebih dahulu digenggam-genggam dengan telapak
tangan.
Vaksin inaktif harus sering dikocok selama pelaksanaan vaksinasi agar bakteri dan adjuvant dapat tercampur secara homogen. Pengocokan yang kurang akan mengakibatkan sebagian ayam hanya mendapatkan adjuvantnya saja dan dengan kata lain ayam tidak mendapatkan 1 dosis vaksin penuh.
Aplikasi
vaksin korisa dilakukan dengan cara injeksi subkutan (bawah kulit
leher) atau injeksi intramuskuler (otot dada atau otot paha). Metode
penyuntikan yang kurang tepat dapat menyebabkan vaksin tidak masuk
secara sempurna ke dalam tubuh ayam sehingga mempengaruhi keseragaman
dosis vaksin. Keseragaman dosis vaksin akan berpengaruh terhadap
keseragaman titer antibodi yang terbentuk.

Teknik penyuntikan yang tepat, injeksi subkutan (atas), injeksi intramuskuler pada paha (bawah)
Vaksinasi
dengan cara penyuntikan harus dilakukan secara hati-hati. Bila
dilakukan dengan ceroboh mengakibatkan kegagalan dan akan berakibat
fatal. Akibat fatal yang mungkin terjadi antara lain ayam menjadi stres
sehingga kematian tinggi pasca penyuntikan, leher terpuntir, terjadinya
abses (kebengkakan) pada leher atau kelumpuhan kaki.
Alat
suntik yang akan dipakai harus bersih dari sisa pemakaian vaksin
sebelumnya serta dalam kondisi steril. Pemakaian alat suntik yang tidak
steril atau berkarat dapat menyebabkan peradangan pada area bekas
penyuntikan.

Proses sterilisasi alat suntik dapat dilakukan dengan melepaskan spare part/bagian-bagian
dari alat suntik, lalu dicuci dengan detergen kemudian direbus selama
30 menit dihitung dari air mulai mendidih. Sedangkan untuk memastikan
volume vaksin, terutama setelah ada penggantian spare part, perlu
dilakukan proses kalibrasi alat suntik. Kalibrasi secara sederhana
dapat dilakukan dengan menggunakan metode volumetri yaitu dengan
membandingkan volume cairan yang terdapat pada alat suntik dengan tabung
ukur. Cara ini cukup praktis dan efisien sehingga keseragaman dosis
vaksin yang diterima oleh ayam dapat seragam. Apabila volume yang
terdapat pada alat suntik dengan tabung ukur tidak sama maka sebaiknya
alat suntik tersebut tidak digunakan untuk vaksinasi. Alat suntik
tersebut perlu dilakukan kalibrasi dengan metode gravimetri yang
dilakukan oleh instansi tertentu (Medion).

Ketepatan
jadwal vaksinasi tidak boleh terlupakan dari bagian evaluasi ini.
Vaksinasi yang terlalu sering maupun terlambat sama-sama memiliki
resiko. Vaksinasi yang terlalu sering dapat menyebabkan stres pada ayam.
Vaksinasi yang terlambat, dikhawatirkan ketika ada serangan dari
lapangan, tubuh belum memiliki antibodi yang mampu menangkalnya.
Alhasil, outbreak pun tak dapat terelakkan. Sebagai panduan umum
vaksinasi korisa pada ayam petelur di berikan pada umur 6-8 minggu dan
diulang pada umur 16-18 minggu. Sedangkan pada ayam pedaging diberikan
pada umur 1-2 minggu. Namun jadwal vaksinasi tersebut juga disesuaikan
dengan umur rawan serangan korisa. Vaksinasi hendaknya dilakukan
minimal pada 3 minggu sebelum terjadinya outbreak berdasarkan
sejarah kasus sebelumnya. Hal ini didasarkan pada waktu yang diperlukan
oleh vaksin inaktif untuk membentuk titer antibodi protektif
3. Mileu
Mileu
merupakan segala sesuatu yang terkait antara lingkungan dengan
peternakan. Meskipun program vaksinasi yang diberikan sudah tepat, namun
bila jumlah bibit penyakit yang ada di lapangan tinggi maka tidak
menutup kemungkinan titer antibodi yang terbentuk tidak mampu menahan
serangan.

Hal-hal yang dapat memicu tingginya bibit penyakit di lapangan antara lain :
- Penumpukan feses di kandang
- Tempat pakan dan minum yang jarang dibersihkan
- Penyemprotan kandang yang tidak intensif
- Tidak dilakukan penyemprotan terhadap orang-orang yang akan masuk kandang
- Lalu lintas orang/kendaraan yang keluar masuk kandang tidak terkontrol
- Hewan liar/serangga/rodentia yang berperan dalam menularkan bibit penyakit tidak terkendali
- Pemeliharaan serta managemen yang semrawut antara ayam dewasa dengan ayam kecil
- Tidak menerapkan sistem “all in all out” terutama pada ayam petelur
Kita
harus menyadari bahwa vaksinasi bukanlah satu-satunya cara untuk
mencegah terjadinya penyakit. Sebagai pendukung keberhasilan vaksinasi,
diperlukan pula serangkaian langkah untuk meminimalkan jumlah bibit
penyakit yang ada di lapangan melalui sanitasi, desinfeksi serta
biosecurity. Sehebat-hebatnya vaksin jika tanpa didukung dengan upaya
tersebut maka hasilnya akan sia-sia.

4. Manusia
Semua
orang yang terkait dengan peternakan tersebut memiliki andil yang besar
dalam mencegah terjadinya outbreak penyakit. Rendahnya pengetahuan dan
kemampuan terutama dalam penanganan dan aplikasi vaksin merupakan titik
awal dari berhasil atau tidaknya vaksinasi. Dengan demikian skill dan pengetahuan peternak maupun karyawan perlu ditingkatkan.

Peningkatan
pengetahuan dapat dilakukan salah satunya dengan mengikuti kegiatan
seminar, pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh instansi-instansi
terkait. Pelatihan dan pembinaan juga dapat dilakukan secara langsung di
lapangan.
Bagaimana jika terjadi outbreak korisa ?
Jangan
hanya terlena dengan evaluasi, tindakan harus segera diambil guna
mengantisipasi penyebaran yang lebih luas dan menekan keparahan
penyakit. Langkah yang harus diambil adalah :
- Segera lakukan pemisahan/isolasi terhadap ayam yang sudah terlihat parah. Hal ini untuk meminimalisir penularan terutama dari lendir yang dikelurkan oleh ayam sakit
- Pemberian antibiotik spektrum luas serta memiliki daya serap tinggi ke jaringan seperti Proxan-C, Trimezyn-S, Neo Meditril atau Therapy. Jika kondisi ayam sudah parah dimana terjadi kebengkakan mata, maka pemberian obat yang paling efektif melalui injeksi. Antibiotik yang bisa diberikan Vet Strep, Gentamin, Medoxy-LA atau Neo Meditril-I
- Desinfeksi kandang dan tempat minum secara rutin sehari sekali. Lendir yang keluar dari hidung dan bercampur dengan air minum menjadi sumber penularan utama. Dengan demikian, perlu dilakukan desinfeksi air minum dengan Desinsep, Antisep atau Neo Antisep. Namun apabila sedang ada pengobatan via air minum, sebaiknya desinfeksi air minum dilakukan malam hari atau diendapkan terlebih dahulu minimal selama 12 jam.
- Pemberian multivitamin seperti Fortevit, Aminovit atau Vita Stress untuk membantu meningkatkan stamina serta mempercepat proses kesembuhan
- Jika perlu, pertimbangkan revaksinasi dengan menggunakan Medivac Coryza B/Medivac Coryza T suspension dengan dosis 0,5 ml tiap ekor

Mengevaluasi
kegagalan vaksinasi harus dilakukan secara cermat sehingga akan
ditemukan akar permasalahannya serta dijadikan pembelajaran untuk ke
depannya. Mengambil hikmah dari setiap kejadian merupakan hal terbaik
untuk proses perbaikan. Demikian, semoga bermanfaat dan sukses selalu.
Info Medion Edisi September 2010
Jika Anda akan mengutip artikel ini, harap mencantumkan artikel bersumber dari Info Medion Online (http://info.medion.co.id).